Sabtu, 17 Maret 2012

Hukum Waris dalam Hukum Perdata

Nama  : Hendra Eka Rusmedia
NPM    : 23210207
Kelas  : 2EB22 

Tugas umum 2
Aspek Hukum Dalam Ekonomi #  

Hukum Waris dalam Hukum Perdata
Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang telah meninggal dunia, dengan perkataan lain mengatur peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan oleh seseorang yang telah meninggal dunia beserta akibat-akibatnya bagi ahli waris. Pada azasnya yang dapat diwariskan hanyalah hak-hak dan kewajiban dibidang hukum kekayaan saja, terkecuali hak-hak dan kewajiban dibidang hukum yang tidak dapat diwariskan, seperti perjanjian kerja, hubungan kerja, keanggotaan perseroan dan pemberian kuasa. Adapun hak-hak dan kewajiban dibidang hukum yang dapat diwariskan, yaitu hak dari suami untuk menyangkal keabsahan anak.
Penempatan hukum waris terdapat pada Pasal 528 dan Pasal 584 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Didalamnya subjek hukum waris terbagi 2 (dua) yakni :
  • Perwaris, yakni yang meninggalkan harta dan diduga meninggal dengan meninggalkan harta.
  • Ahli waris, yakni mereka yang sudah lahir pada saat warisan terbuka, hal ini berdasarkan Pasal 836 KUHPerdata.
Adapun prinsip umum dalam kewarisan perdata antara lain :
  • Pewarisan terjadi karena meninggalnya pewaris dengan sejumlah harta;
  • Hak-hak dan kewajiban dibidang harta kekayaan “beralih” demi hukum. Hal ini berdasarkan Pasal 833 KUHPerdata, yang menimbulkan hak untuk menuntut (Heriditatis Petitio);
  • Yang berhak mewaris menurut UU adalah mereka yang memiliki hubungan darah, hal ini berdasarkan Pasal 832 KUHPerdata;
  • Harta tidak boleh dibiarkan tidak terbagi; dan
  • Setiap orang cakap untuk mewaris (terkecuali ketentuan pada Pasal 838 KUHPerdata).
KUHPerdata juga mengatur mengenai syarat-syarat pewarisan hukum waris perdata, yang antara lain adalah sebagai berikut :
  1. Pewaris meninggal dan meninggalkan harta;
  2. Antara pewaris dan ahli waris harus ada hubungan darah. Hal ini untuk maksud mewaris berdasarkan undang-undang;
  3. Ahli waris harus patut mewaris atau cakap mewaris, dan pengecualian terdapat pada ketentuan Pasal 838 KUHPerdata. Pasal tersebut menyatakan, bahwa orang yang dianggap tidak pantas untuk menjadi ahli waris, dan dengan demikian tidak mungkin mendapat warisan, ialah :
  • Dia yang telah dijatuhi hukuman karena membunuh atau mencoba membunuh orang yang meninggal itu;
  • Dia yang dengan putusan Hakim pernah dipersalahkan karena dengan fitnah telah    mengajukan tuduhan terhadap pewaris, bahwa pewaris pernah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat lagi;
  • Dia yang telah menghalangi orang yang telah meninggal itu dengan kekerasan atau perbuatan nyata untuk membuat atau menarik kembali wasiatnya; dan
  • Dia yang telah menggelapkan. memusnahkan atau memalsukan wasiat orang yang meninggal itu.
Dalam KUHPerdata juga diatur mengenai hal dimana terjadi peristiwa yang menyebabkan pewaris dan ahli waris meninggal secara bersama-sama, hal ini disebutkan dalam Pasal 831 KUHPerdata yang menyatakan, bahwa apabila beberapa orang, yang antara seorang dengan yang lainnya ada hubungan pewarisan, meninggal karena suatu kecelakaan yang sama, atau meninggal pada hari yang sama, tanpa diketahui siapa yang meninggal lebih dahulu, maka mereka dianggap meninggal pada saat yang sama, dan terjadi peralihan warisan dan yang seorang kepada yang lainnya. Oleh karenanya, dalam hal ini dapat ditegaskan kembali bahwa jika tidak diketahui siapa yang meninggal terlebih dahulu, maka tidak saling mawaris, akan tetapi harus dibuktikan terlebih dahulu karena bilamana terdapat selisih 1 (satu) detik  maka  dianggap tidak meninggal bersamaan.
Cara-cara mewaris dalam KUHPerdata juga dibagi menjadi beberapa bagian, yakni sebagai berikut :
Mewaris berdasarkan UU (ab intestato)
  • Atas dasar kedudukan sendiri. Dalam hal ini penggolongan ahli waris berdasarkan garis keutamaan sebagaimana yang disebutkan dalam KUHPerdata, antara lain :
  1. Golongan 1, sebagaimana disebutkan pada Pasal 852 sampai Pasal 852a KUHPerdata;
  2. Golongan II, sebagaimana disebutkan pada Pasal 855 KUHPerdata;
  3. Golongan III, sebagaimana disebutkan pada Pasal 850 jo 858 KUHPerdata; dan
  4. Golongan IV, sebagaimana disebutkan pada Pasal 858 sampai dengan Pasal 861 KUHPerdata.
  • Atas dasar penggantian. Dalam hal ini penggantian disyaratkan apabila orang yang digantikan telah meninggal terlebih dahulu dari pewaris. Adapaun macam-macam penggantian diantaranya adalah :
  1. Dalam garis lengcang ke bawah tanpa batas, sebagaimana yang disebutkan pada Pasal 842 KUHPerdata;
  2. Dalam garis menyamping, saudara digantikan anak-anaknya sebagaimana yang disebutkan pada Pasal 844 KUHPerdata; dan
  3. Penggantian dalam garis samping dalam hal ini yang tampil adalah anggota keluarga yang lebih jauh tingkat hubungannya daripada saudara, misalnya paman, bibi atau keponakan.
Dalam waris perdata juga diatur mengenai bagian anak luar kawin yang diakui, hal ini diatur dalam Pasal 862 sampai dengan Pasal 863 KUHPerdata. Bagian Anak Luar Kawin (ALK) diakui dalam KUHPerdata dengan pengaturan sebagai berikut :
-    Bersama golongan 1, maka ALK mendapat 1/3 dari bagian anak sah.
-    Bersama golongan II, maka ALK mendapat ½ dari harta peninggalan.
-    Bersama golongan III, maka ALK mendapat ¾ dari harta peninggalan.
Mewaris berdasarkan testament.
Dalam hal ini testamen merupakan suatu akta yang memuat tentang apa yang dikehendaki terhadap herta setelah pewaris meninggal dunia dan dapat dicabut kembali (pernyataan sepihak), testament ini diatur dalam Pasal 875 KUHPerdata. Adapun unsur-unsur testament antara lain :
-          Akta;
-          Pernyataan kehendak;
-          Apa yang akan terjadi setelah ia meninggal terhadap harta;
-          Dapat dicabut kembali.
Dan testament tersebut memuat hal-hal sebagai berikut,
  • Syarat-syarat dalam membuat testament, yakni antara lain :
  1. Dewasa atau berumur 18 (delapan belas) tahun. (cakap bertindak);
  2. Akal sehat;
  3. Tidak dapat pengampuan;
  4. Tidak ada unsur paksaan, kekhilafan, kekeliruan; dan
  5. Isi harus jelas.
  • Isi testament, yang antara lain memuat:
  1. Erfstelling, terdapat pada Pasal 954 KUHPerdata;
  2. Legaat (berhubungan dengan harta), terdapat pada Pasal 957 KUHPerdata;
  3. Codicil (tidak berhubungan dengan harta).
CONTOH KASUS MASALAH WARISAN ORANG TUA
Pada tahun 1986, ayah saya meninggal dunia karena kecelakaan lalu lintas. Beberapa tahun kemudian, ibu sayajuga meninggal dunia karena sakit keras. Sebelum ibu saya meninggal dunia, ia telah memberikan wasiat agar seluruh harta warisannya dibagi dua; saya dan kakak saya, dibagi dua sama rata. Orang tua saya meninggalkan sebidang tanah dan kebun. Karena saya tidak bisa mengurusi maka harta warisan itu dikelola kakak saya. Saya terkadang mendapat bagian hasil dari pengelolaan tanah tersebut, tetapi juga tidak. Meski demikian saya tidak begitu menuntut. Yang penting, tanah tersebut terawat dengan baik.
Sekitar 2 tahun sepeninggal ibu, ada salah satu tetangga yang menggugat kakak saya ke pengadilan. Isi gugatan tersebut menyatakan bahwa sawah yang kini dikelola kakak saya adalah milik orang tua dia. Katanya, tanah garapan itu bisa ke tangan orang tua saya, sebab tanah itu dulu digadaikan oleh orang tua dia, tetapi ia tidak bisa menebusnya. Hal itu berlangsung bertahun-tahun hingga orang tua dia meninggal dunia, tanah itu masih dikuasai orang tua saya. Itulah alasan versi dia. Akan tetapi saya tidak percaya, sebab saya punya bukti-bukti bahwa tanah itu milik orang tua saya.

Sumber :

1 komentar:

  1. ayah saya ahli waris tunggal.sebelum meninggal mbah menghibbahkan tanah keorang lain.tapi dia hanya punya dasar surat keterangan dari kelurahan yg tidak ditanda tangani ahli waris/orang tua saya. bolehkah orang lain mengambil harta waris tersebut? bagaimana cara orang tua saya selaku ahliwaris tunggal untuk mengambil harta harta yg sebelunya dipakai orang lain.trims bantuannya

    BalasHapus